TRADISI BARONG IDER BUMI MASYARAKAT OSING DESA KEMIREN

Tradisi Barong Ider Bumi di Banyuwangi.Wisata Banyuwangi -  Anda mungkin lebih mengenal Barong sebagai pertunjukan tari dari Bali. Dalam mitologi Bali, Barong adalah perlambang kebaikan, roh pelindung. Musuhnya ialah Rangda si tukang sihir jahat. Seni drama tari yang mengisahkan pertempuran Barong melawan Rangda, lazim disuguhkan sebagai atraksi wisata, dan sudah dikenal oleh banyak kalangan.


Berbeda lagi dengan di Banyuwangi, Jawa Timur. Ada Ritual Upacara adat yang bernama Barong IderBumi, yang dilangsungkan di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Barong Ider Bumi merupakan ritual upacara bersih desa di hari ke – 2 setelah lebaran yang dilakukan oleh masyarakat suku osing, suku asli Banyuwangi, di desa Kemiren

Tradisi yang dilaksanakan setiap tanggal 2 Syawal serta dimulai pukul 14.00 WIB (baca jam 2 siang) ini, bukan tanpa alasan. Bagi masyarakat Osing Kemiren, angka 2 adalah simbol ciptaan Tuhan, dimana sesuatu di dunia ini diciptakan Tuhan secara berpasang-pasangan seperti siang dan malam, laki-laki dan perempuan dan seterusnya. Masyarakat Osing pantang melakukan tradisi ini di luar waktu tersebut, karena dipercaya malah mendatangkan bencana atau musibah bagi masyarakat. Waktunya digeser saja bisa mendatangkan kematian pada keluarga yang melestarikan barong. Dan itu pernah terjadi.

Acara Barong Ider Bumi ini merupakan agenda tahunan yang rutin di gelar dengan swadaya masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memasukkan atraksi budaya Barong Ider Bumi sebagai salah satu rangkaian agenda pariwisata Banyuwangi Festival 2014.
Tradisi Barong Ider Bumi suku Osing, Desa Kemiren, Banyuwangi.

Barong adalah semacam kostum dengan topeng dan pernak-pernik sebagai penggambaran hewan yang menakutkan. Dalam mitologi masyarakat Osing, Barong dipercaya sebagai lambang kebaikan yang mempunyai kemampuan untuk mengusisr roh-roh jahat. Masyarakat Suku Osing percaya dengan melakukan Barong Ider Bumi, kehidupan setahun mendatang akan membahagiakan. Upacara adat leluhur ini digelar sebagai bentuk syukur pada Yang Kuasa atas karunia-Nya yang telah memberikan ketentraman dan kemakmuran kepada warga desa, selain juga tradisi itu dipercaya dapat menghilangkan bala bencana (tolak bala).  Dalam kepercayaan masyarakat Osing, Barong ini dirasuki roh leluhur.  
  
Tradisi Barong Ider Bumi masyarakat Osing Desa Kemiren, Banyuwangi setiap hari kedua bulan Syawal.

Sejarah Barong Ider Bumi
Sebagaimana diceritakan oleh Siraj, salah seorang sesepuh adat Osing, latar belakang sejarah tradisi tolak bala ini semula pada tahun 1840-an saat Banyuwangi yang waktu itu masih bernama tanah Blambangan, diserang wabah penyakit aneh yang menyebabkan kematian ratusan warga. Banyak orang yang sakit pada pagi hari, sorenya meninggal dunia. Begitu juga kalau sore sakit dan paginya meninggal, begitu seterusnya.

Selain itu, tanaman pertanian juga banyak yang terserang hama. Lalu salah seorang sesepuh adat meminta petunjuk pada nenek moyang Mbah Buyut Cili, yang makamnya masih dirawat hingga kini. Sesepuh desa mendapat wangsit lewat mimpi. Dalam mimpi tersebut, Buyut Cili memerintahkan warga melakukan arak-arakan barong jika ingin menghapus bencana saat itu.

Perintah pun dilaksanakan dan setelah dilakukan arak-arakan, kondisi desa kembali membaik. Hingga kini, tradisi ini dilestarikan dengan tujuan menolak bala dan menjalin kebersamaan atau silaturahmi antar masyarakat desa.

Dalam ritual Barong Ider Bumi tersebut, barong wajib diarak keliling desa dengan diiringi nyanyian macapat (tembang Jawa) yang berisi doa dan pemujaan kepada nenek moyang dan Tuhan untuk menolak bahaya yang bisa mengancam desa atau wilayah Banyuwangi pada umumnya. Jenis macapat yang dibaca disebut macapat Yusuf yang bernafaskan Islam. Mantra lontar Yusuf ini dipercaya memiliki energi positif bagi kehidupan di desa dan masyarakat. Dan tidak sembarang oleh didaulat membaca macapat, namun hanya pewaris kitab lontar berisi macapat tersebut.

Kata ider bumi merupakan penggabungan dari dua kata yaitu ider dan bumi. Ider berarti berkeliling kemana-mana, dan bumi artinya jagat atau tempat berpijak. Dari arti kedua kata tersebut dapat dimengerti bahwa Ider Bumi merupakan kegiatan mengeliling tempat berpijak atau bumi. Jadi, sesuai dengan namanya, inti dari ritual Barong Ider Bumi adalah mengarak barong memutari desa.

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa rombongan yang mengiringi Barong saat berkeliling desa. Di barisan depan adalah beberapa tokoh adat yang membawa bokor - warga Kemiren menyebutnya Lukiran - yang berisi uang logam pecahan Rp 100 bercampur beras kuning serta bunga sembilan warna. Jumlah uang logam tersebut tepat Rp 99.900, hal ini berhubungan dengan  hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi "Allah menyukai jumlah-jumlah yang ganjil." Serta merujuk pada sebutan nama baik Allh (Asmaul Husna) yang berjumlah 99.

Lalu ada barisan tujuh orang nenek-nenek yang mengenakan selendang berwarna putih dengan corak garis hitam yang disebut Selendang Solok. Saat mengikuti iring-iringan barong, nenek-nenek tersebut sambil nginang atau nyusur dengan mengunyah daun sirih bercampur kapur gamping yang biasa dilakukan dalam masyarakat sejak dulu untuk menjaga keawetan gigi.

Sebelum Barong diarak keliling desa, para sesepuh memainkan angklung di balai desa untuk memulai ritual. Setelah itu, seluruh warga Desa Kemiren keluar rumah lalu mulai berbaris mengarak barong Osing yang diawali dari pusaran (gerbang masuk) desa kearah barat menuju tempat mangku barong (pintu keluar desa) sejauh dua kilometer. Di sepanjang arak-arakan ini, tokoh adat menebarkan koin, beras kuning dan bunga ke jalan dan diperebutkan anak-anak. Ini merupakan bagian dari ritual adat yang dinamakan "sembur utik-utik".


Selama diarak warga, barong-barong tersebut juga diikuti para sesepuh desa yang berjalan beriringan sambil membawa dupa dan melafalkan doa-doa untuk keselamatan seluruh warga. Tidak lupa, tabuhan musik khas Osing juga mengiringi, sangat meriah namun tetap sakral.  


Di ujung desa, masyarakat dan pemain kesenian barong berebut pisang yang dipajang. Mereka percaya saat memakan pisang tersebut, orang akan selamat dan diberi kemudahan dalam kehidupan.

Usai dilakukan ritual Barong Ider bumi, masyarakat menggelar selamatan bersama sebagai penutup upacara. Di sinilah puncak acaranya, yakni selamatan dengan menggunakan tumpeng pecel pitik (ayam kampung yang dibakar dengan ditaburi parutan kelapa muda dengan bumbu) sebagai wujud rasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan keberkahan. Tumpeng dan pecel pitik untuk selamatan ini digelar di sepanjang jalan desa.   
Setiawan Subekti, salah satu tokoh desa Kemiren bersama warga sedang  menyiapkan kebutuhan prosesi Barong Ider Bumi.
Diakhiri selamatan di tengah jalan dan makan bersama pecel pitik.
Upacara selamat Pecel Pitik dalam tradisi Barong Ider Bumi masyarakat Osing desa Kemiren, Banyuwangi.

Tumpeng pecel pitik ini jumlahnya banyak sekali karena setiap keluarga menyuguhkan pecel pitik untuk makan bersama-sama. Hal ini dianggap sebagai sedekah Syawal. Sehari sebelumnya, masyarakat telah membuat kupat lepet dan kue-kue tradisional khas Banyuwangi untuk dibagikan kepada penonton.


Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

1 komentar:

Scroll to top